Candi Borobudur adalah salah satu monumen Buddha terbesar di dunia dan merupakan peninggalan bersejarah yang sangat penting di Indonesia. Terletak di Magelang, Jawa Tengah, candi ini telah menarik perhatian dunia karena keindahan arsitekturnya dan kompleksitas simbolisme yang terkandung di dalamnya. Borobudur tidak hanya merupakan candi, tetapi juga merupakan sebuah stupa raksasa yang dikelilingi oleh ribuan relief dan ratusan patung Buddha.
Pembangunan dan Latar Belakang SejarahCandi Borobudur dibangun pada masa Dinasti Syailendra, sekitar abad ke-8 hingga awal abad ke-9 Masehi. Raja yang berkuasa saat itu diperkirakan adalah Samaratungga dari Dinasti Syailendra. Pembangunan candi ini diperkirakan memakan waktu sekitar 75 tahun, dimulai sekitar tahun 760 M dan selesai sekitar tahun 830 M.
Dinasti Syailendra adalah penguasa wilayah Jawa Tengah pada masa itu, yang dikenal sebagai penganut agama Buddha Mahayana. Pembangunan Borobudur mungkin bertujuan sebagai tempat suci untuk menghormati Buddha dan sebagai pusat ziarah bagi umat Buddha.
Arsitektur dan SimbolismeCandi Borobudur dibangun dengan menggunakan lebih dari dua juta balok batu andesit, yang disusun tanpa menggunakan perekat. Candi ini memiliki bentuk punden berundak dengan tiga tingkatan utama yang melambangkan kosmologi Buddha: Kamadhatu (alam nafsu), Rupadhatu (alam bentuk), dan Arupadhatu (alam tanpa bentuk).
- Kamadhatu: Tingkat paling bawah dari candi ini menggambarkan dunia manusia yang dipenuhi oleh hawa nafsu. Relief pada tingkat ini sebagian besar menceritakan tentang Karmawibhangga, yang menggambarkan hukum sebab akibat.
- Rupadhatu: Tingkat ini terdiri dari empat lapisan berbentuk persegi yang menggambarkan dunia di mana manusia telah bebas dari hawa nafsu, namun masih terikat oleh bentuk dan rupa. Di sini, terdapat relief-relief yang menggambarkan cerita Jataka, Lalitavistara, dan Gandavyuha, yang menceritakan tentang kehidupan Buddha.
- Arupadhatu: Bagian tertinggi dari candi ini adalah tiga tingkatan berbentuk lingkaran yang melambangkan dunia tanpa bentuk. Di puncak Borobudur terdapat sebuah stupa utama besar yang kosong di dalamnya, melambangkan Nirwana atau kesempurnaan tertinggi.
Borobudur juga dihiasi dengan 504 arca Buddha yang tersebar di berbagai sudut candi dan 2.672 panel relief yang merupakan koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia.
Penemuan Kembali dan PemugaranSetelah masa kejayaannya, Borobudur mengalami penurunan pengaruh akibat perubahan agama di Jawa, dari Buddha ke Hindu, dan kemudian ke Islam. Candi ini kemudian terlupakan dan tertutup oleh lapisan abu vulkanik serta vegetasi selama berabad-abad.
Borobudur kembali ditemukan pada tahun 1814 oleh Gubernur Jenderal Inggris di Jawa, Sir Thomas Stamford Raffles, yang mendapatkan informasi tentang keberadaan candi ini dari warga setempat. Penemuan ini menarik perhatian dunia, dan pada tahun 1835, candi ini mulai dibersihkan dari lapisan tanah dan vegetasi yang menutupinya.
Pemugaran besar pertama dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1907-1911 di bawah pimpinan arkeolog Theodoor van Erp. Pemugaran terbesar berikutnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan bantuan UNESCO pada tahun 1975-1982. Berkat upaya ini, Borobudur diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1991.
Borobudur sebagai Pusat Spiritualitas dan PariwisataHingga saat ini, Borobudur tidak hanya menjadi tempat ziarah penting bagi umat Buddha, terutama pada perayaan Waisak, tetapi juga menjadi salah satu tujuan wisata utama di Indonesia. Ribuan wisatawan dari seluruh dunia datang setiap tahun untuk menyaksikan keindahan dan kemegahan candi ini, serta memahami filosofi dan sejarah yang terkandung di dalamnya.
KesimpulanCandi Borobudur adalah simbol kebesaran dan kejayaan peradaban Jawa kuno, serta merupakan warisan budaya dunia yang sangat berharga. Melalui arsitekturnya yang rumit dan reliefnya yang penuh dengan cerita, Borobudur memberikan wawasan tentang kehidupan spiritual dan budaya masyarakat Jawa pada masa lalu. Upaya pelestarian candi ini terus dilakukan untuk memastikan bahwa generasi mendatang dapat terus mengagumi dan mempelajari Borobudur sebagai salah satu keajaiban dunia.
Referensi :- Soekmono, R. (1976). Candi Borobudur: Pusaka Budaya Umat Manusia. Jakarta: Balai Pustaka.
- Dumarcay, J., & Smithies, M. (1991). Borobudur. Oxford University Press.
- Gomez, L. F., & Woodward, M. R. (1989). Pilgrimage in the Buddhist World. Asian Humanities Press.
- Degroot, V. (2009). Candi, Space and Landscape: A Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains. Leiden University Press.
- "Borobudur". UNESCO World Heritage Centre. Diakses dari https://whc.unesco.org/en/list/592/